Jakarta,Medikomnews-Pertarungan/perebutan bakal calon (balon) orang nomor satu di partai berlambang Ka’bah/Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Provinsi DKI Jakarta semakin jelas, dan siapa balon yang ditentukan para kader PPP. Titik terang/jelas sudah ada ditangan Ketua Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi DKI Jakarta, Ridho Kamaludin dianggap sudah sangat pantas menjabat sebagai Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) PPP.
Menurut salah satu pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP yang juga sebagai anggota Departemen Pemuda Pelajar dan Mahasiswa, dan Sekretaris Wilayah (Sekwil) Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Provinsi DKI Jakarta, Mulyadi, kalau PPP Provinsi DKI Jakarta dipimpin bukan orang yang amanah, maka PPP Provinsi DKI Jakarta akan hancur, ujar Mulyadi saat dijunpai di Gedung DPRD Provinsi DKI Jakarta, beberapa hari lalu.
Mulyadi mengatakan, PPP Provinsi DKI Jakarta harus dipimpin kader yang mempunyai jenjang struktural dari tingkat bawah dan bukan kader karbitan. Kenapa saya bilang kader karbitan, karena di PPP Provinsi DKI Jakarta saat ini banyak kader karbitan itu yang saya tidak suka, kata Mulyadi kader yang loyal terhadap partai berlambang Ka’bah ini.
“PPP Provinsi DKI Jakarta sudah banyak kader karbitan dan kader bunglon. Kader seperti ini akan merusak partai, maka PPP Provinsi DKI Jakarta harus jelih memilih sebagai orang nomor satu (Ketua Dewan Pimpinan Wilayah/DPW) dan juga harus dapat diterima oleh seluruh kader dan anggota PPP Provinsi DKI Jakarta. Maka yang pantas/layak menjadi orang nomor satu/Ketua DPW PPP Provinsi DKI Jakarta, Ridho Kamaludin”, ujar Mulyadi.
“HARAM HUKUMNYA KALAU KETUA DPW PPP PROVINSI DKI JAKARTA DI JABAT BUKAN RIDHO KAMALUDIN. Itulah fatwa Mulyadi. Kenapa saya mengeluarkan fatwa seperti itu. Karena yang pantas menjabat/duduk menjadi Ketua DPW PPP adalah Ridho Kamaludin. Mereka orangnya itu, amanah, jujur, transparan, tidak angkuh, tidak sombong, ibadahnya tekun bahkan sangat dekat sekali dengan masyarakat/rakyat yang tidak mampu. Saya anggap balon yang lainnya itu tidak pantas, tegas Mulyadi. (yadi)